Travelmate (bukan salah satu seri notebook Acer) atau Travel
Buddies adalah salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kepuasan
travelling anda, jika dan hanya jika anda tidak melakukan solo travelling. Solo
travelling pun sebenarnya nggak menutup kemungkinan untuk mendapatkan travel
buddies di tengah perjalanan, bahkan tantangan yang lebih besar kalau
mencari/menemukan buddies yang benar-benar asing, masalahnya kita belum tahu
karakter manusia asing itu.
Travel buddies bisa berarti berkah dan juga sebaliknya,
musibah. Travel buddies bisa merubah perjalanan anda yang seharusnya
menyenangkan menjadi berantakan atau mungkin akan jadi jauh lebih menyenangkan.
Kalau karakter kita cocok, perilaku dan habit nya bisa kita
terima, asik diajak ngapa-ngapain, easy going, dan nggak pelit maka saran saya
langsung minta contact nya buat diajakin lagi nge-trip kapan-kapan. Tapi kalau ternyata
sebaliknya, ya mending kita balik badan, ambil carrier, ucapkan salam
perpisahan dan pulang ke rumah, anggap aja nggak pernah nemu travel buddies
seperti itu.
Menurut saya, tipe travel buddies bisa diliat dari berbagai
kriteria.
Misal dari gaya travellingnya, ada buddies yang mau sengsara
demi mencapai destinasi (biasanya ketemu buddies seperti ini di gunung), ada
juga buddies yang agak manja. Dari cara menjaga privasinya, ada buddies yang “sok
atuh kalau mau liat ya liat aja”, ada juga yang cuma ngambil duit di dompet aja
pakai balik badan dulu.
Yang paling terasa bedanya menurut saya ya dari segi usia.
Buddies yang senior (baca: sepuh) agak kurang bisa diajak enerjik (kecuali
belanja), ini sering saya alami kalau sedang tugas kantor ke luar kota dan
senior mau piknik tapi nggak mau susah. Kalau buddies yang seumuran ya
kebanyakan mau diajak ngesot, koprol pun juga mau mungkin.
Ada lagi dari segi jumlah, ada buddies sepi dan rame-rame.
Dulu saya lebih cenderung pergi rame-rame dengan temen, ikut macam-macam
komunitas dan menasbihkan diri sebagai anak (yang ber)gaul. Sekarang, saya
lebih milih untuk travelling dengan beberapa orang aja. Selain lebih mudah
koordinasi, asal budget nggak kemahalan buat patungan dengan porsi dibagi
ber-sekian, masih jauh lebih enak travelling dengan 1-2 orang aja. Urusan nemu
travel buddies di jalan itu lain lagi.
Kecuali untuk naik gunung, akhir-akhir ini malah saya prefer
untuk travelling berdua dari Jakarta. Berdua dengan siapa ? Dengan travel buddy
yang kalau saya ceritakan bagaimana ketemuannya perlu 1 postingan lagi di blog
ini, maybe later.
She’s a girl from the most exotic place in Jawa Barat,
Bandung.
Aktivis travelling, kolektor pasir pantai, one of the most
toughest woman I’ve ever met, kadang menjadi seorang yang serius dan bahkan
kadang sangat serius menanggapi sesuatu, penggiat alam, nice pics hunter, masih
dalam tahap pengambilan lisensi scuba diver, best life talk partner, rambut
tipis dan manis, hard to make her laugh, good financial organizer in a trip,
percaya alien itu ada, dan agak labil J
Memang baru 1 kali trip yang kami jalani berdua, dan mungkin
memang nggak ada yang sangat spesial dengan trip itu. Tapi karakter sebagai buddy
yang sempurna ada di dirinya hampir seluruhnya. Kami travelling ke Sabang di
awal bulan Maret kemarin. Kami travelling dengan sponsor voucher Mandala Air
yang telah di-endorse oleh Tiger Airways hasil dari kompensasi pailitnya
Mandala Air tahun lalu.
Dari Jakarta ke Medan, dari Medan ke Banda Aceh, lalu Sabang
dan kembali lagi ke Banda Aceh dan Medan, lanjut lagi Jakarta, siapa mau
menyangkal kalau itu bukan perjalanan panjang yang mengesankan ?
Having a “flashlight” dinner on the deck of iboih inn, under
hundreds of star and suddenly a little
rain messed everything, hahaha. Ini satu momen romantis buat pasangan bule
Prancis di samping kami, tapi ini momen biasa saja bagi sepasang travel buddies
yang (kebetulan) sama-sama menjodohkan buih lautan dan bintang-bintang menjadi
pasangan serasi untuk dinikmati.
“Traveling is a brutality. It forces you to trust strangers
and to lose sight of all that familiar comfort of home and friends. You are constantly
off balance. Nothing is yours except the essential things – air, sleep, dreams,
the sea, the sky – all things tending towards the eternal or what we imagine of
it.” - Cesare Pavese
Yap. Frase brutalitas di atas memang bukan sekedar ungkapan,
memang ada benarnya. Bagaimana cara kita menemukan orang asing yang tepat di
jalan, bagaimana kita bersahabat dengan keberuntungan, bagaimana kita harus
menerima kenyataan bahwa Tuhan menciptakan segalanya untuk dipunyai setiap
orang, bukan untuk eksklusivitas masing-masing.
Bukan kebetulan jika saya menemukan travel buddy yang perfetto,
bukan kebetulan jika kami sama-sama terobsesi dengan coral, Raja Ampat, dan BCD
Mares, bukan kebetulan juga jika kami
masih mau merencanakan trip bersama lagi ke Wakatobi.
Dan sangat bukan kebetulan, jika saya mulai memikirkan hal
lain selain “travel buddies”…
“And if you hear me
talking on the wind
You've got to understand
We must remain
Perfect Strangers”
You've got to understand
We must remain
Perfect Strangers”
Perfect Strangers –
Deep Purple
No comments:
Post a Comment
say whatever..