Berdasarkan buku geografi jaman SMP dulu, dan doktrin dari
lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”, saya dan mungkin mayoritas penduduk NKRI
berkeyakinan bahwa pulau terluar NKRI paling barat adalah Pulau Weh, dengan
ibukotanya di Sabang.
Tapi ternyata itu salah, doktrin itu salah, ternyata ini
pembohongan publik, bentuk konspirasi Negara untuk mengelabui rakyatnya
sendiri. #emh
Secara geografis, Pulau Weh hanya mempunyai koordinat 95.25
BT, di posisi dua ada pulau Breueh yang kalau di peta terletak di serong bawah
Pulau Weh dengan koordinat 95 BT. Dan pulau terluar paling barat Negara ini
ternyata adalah Pulau Benggala, jauh dengan koordinat 94.5821 BT dan langsung
berbatasan dengan India.
Ada yang tertarik ke Pulau Benggala ? Jadi orang pertama
yang membangun tugu 0 km yang baru ? Silakan, tapi di sana yang ada cuma
batu-batu yang dikelilingi lautan, dengan sedikit hutan hujan di tengahnya, dan
nggak ada penduduk sama sekali. Castaway banget sob !
Sesungguhnya doktrin “Dari Sabang Sampai Merauke” itu nggak
sepenuhnya salah, at least buat saya pribadi. Jujur salah satu impian saya yang
belum kesampaian adalah menginjakkan kaki di Sabang, Merauke, dan hamparan
wonderland yang ada di antaranya. Tapi paling nggak, impian saya udah terpenuhi
salah satunya, saya udah sampai di Sabang awal Maret tahun ini.
Bersama (berdua) dengan super travel buddy (yang pernah saya
bahas satu post sendiri sebelum ini) (baca: Nabila) menuju Sabang dengan singgah
dulu di Medan dan pastinya Banda Aceh. Travel itinery sudah dibuat, penginapan
sudah dibooking, dive trip sudah dipesan, nah berangkatlah kami subuh-subuh
dari Soekarno Hatta menuju Medan.
Travel Itin Sabang |
Sampai di Pelabuhan Balohan, Sabang sekitar siang menuju
sore, langsung menuju Pantai Iboih bersama segerombolan bule desak-desakan di
mobil Mitsubishi Colt bapuk. Biarpun bapuk tapi mobil ini sukses melahap
tipikal jalanan di Sabang yang turun naik belok-belok. Dan biarpun jalanan
bikin muntah darah, pemandangan kiri kanan bikin darah adem lagi.
Saya dan Nabila turun di Pantai Iboih, lalu barengan sama
pasangan bule Prancis, dan rombongan dari Jakarta yang (ternyata) nantinya
ditakdirkan untuk “buddies”-an dengan kami, menuju Iboih Inn dengan perahu
jemputan mereka sendiri. Kami sudah booking kamar untuk 2 malam, kamar yang
paling murah, yang paling affordable dan yang paling ngga sesuai ekspektasi.
Karena ekspektasi kami adalah nginap di kamar yang kalau kepeleset udah kecebur
langsung ke laut (baca: pinggir pantai persis), tapi kamar yang kami dapat yang
jauh di atas bukit dengan view pantai Iboih yang kehalang pepohonan.
View dari Iboih Inn |
Malam pertama agak mendung, cuma dapat dinner di dermaganya
Iboih Inn dengan pasangan bule Prancis yang tadi, ngga lama kemudian hujan
turun. Ya sudah, kalo begini alamat tidur malam ceritanya.
Dermaga Iboih Inn |
Besok paginya, breakfast yang lumayan berasa aneh di Iboih
Inn kemudian kenalan sama rombongan dari Jakarta yang pas berangkat sempat satu
perahu. Here they are:
@maria_gabriella | Ella
@joyce_r12 | Joyce
@syarif_FS | Mas Syarif
@rizkasam | Mba Rizka
Sehubungan dengan jadwal saya dan Nabila yang mau diving, dan mereka berempat mau snorkeling, jadinya kami berangkat bareng ke Dive Operator yang udah kami pesan sebelumnya, Rubiah Divers. Setelah nego-nego dengan Bang Iskandar (owner-nya Rubiah Divers yang ironisnya ngga bisa diving), dan atur-atur jadwal diving sama snorkeling yang ternyata ngga bisa digabungin jadi satu trip, maka kami misah.
Sehubungan dengan jadwal saya dan Nabila yang mau diving, dan mereka berempat mau snorkeling, jadinya kami berangkat bareng ke Dive Operator yang udah kami pesan sebelumnya, Rubiah Divers. Setelah nego-nego dengan Bang Iskandar (owner-nya Rubiah Divers yang ironisnya ngga bisa diving), dan atur-atur jadwal diving sama snorkeling yang ternyata ngga bisa digabungin jadi satu trip, maka kami misah.
Rombongan Ella berangkat snorkeling duluan, saya dan Nabila
berangkat diving setelahnya. Dapet Dive Master (DM) bule Prancis buncit koplak
yang saya lupa namanya, kami berangkat ke dive site “Rubiah Sea Garden” yang
terletak di balik Pulau Rubiah. Diving singkat, cuma dapet stingray fish,
beberapa anemone fish, dan beberapa coral yang biasa aja, cukup untuk hari ini.
Malam harinya kami minus Mas Syarif dan Mba Rizka yang mau
hanimunan, main ke Kota Sabang, which is benar-benar ibu kotanya Pulau Weh.
Sempat mampir ke toko oleh-oleh Mr. Piyoh lalu makan malam di Taman Wisata Kuliner
Kota Sabang tapi nggak sempat nyobain Sate Guritanya yang katanya nendang.
Jangan heran kalau main di Sabang akan menemukan banyak
mobil mewah. FYI, Sabang adalah salah satu FTZ (Free Trade Zone) di Indonesia,
sama kaya Batam dan sebagian pulau Bintan. Mobil mewah baik baru ataupun second
dari luar negeri (kebanyakan Singapore) nggak akan kena Bea Masuk dan PPN Impor
kalau masuk ke FTZ. Mobil mewah yang bebas BM dan PPN itu biasanya berkeliaran
dengan plat nomor berakhiran “Z”.
Hari berikutnya saatnya kami pulang. Masih sempat snorkeling
di dekat pulau Rubiah bareng Ella dan Joyce, lalu masih minus Mas Syarif dan
Mba Rizka lanjut ke Tugu 0 km sebelum pamitan sama mereka dan bertolak ke
Pelabuhan Balohan lagi.
Tugu 0 km ini semacam nggak terawat, biasalah tipikal aset
Negara yang terabaikan padahal udah populer seantero Indonesia. View samudera
hindia-nya luar biasa, karena tugu ini berada di paling ujung Pulau Weh.
Tugu 0 km |
Perjalanan pulang dengan rute yang sama dengan perjalanan
pergi, tapi kali ini sempat mampir di Medan untuk beberapa jam dan menuju
destinasi Istana Maimun. Karena udah miskin jadi kami cari gratisan transport,
untunglah masih ada kawan kuliah dulu yang sekarang kerja di Medan. Nebenglah
kami.
Pulang ke Jakarta rasanya baru sebentar banget di Pulau Weh,
dan memang nyatanya cuma sebentar. 3 hari 2 malam ngga bakal cukup untuk
explore keindahan-keindahan Pulau Weh. Kami belum sempat ke Pantai Gapang,
Pantai Sumur Tiga, danau yang di tengah pulau, air terjun, dan sate gurita
tentunya.
Nah sedikit rekomendasi kalau di Pulau Weh, menuju kesana
memang butuh perjuangan tapi ngga seberat kalau kita ke Indonesia Timur, paling
nggak jadwal transportasinya udah pasti ada meski terbatas. Lebih baik kalau
dari Jakarta langsung penerbangan ke Banda Aceh karena itu akan menambah banyak
waktu di Pulau Weh, kecuali kamu pengen mampir-mampir ke Medan atau kecuali kamu
dapet voucher Mandala Air :p
Di Pulau Weh ajaibnya air di daratan udah air tawar, ngga
ada asin-asinnya.
Kalau nginap di Iboih Inn, reservasi dulu jauh-jauh hari
sebelumnya dan via Email ! ingat, via Email. Mereka ngga mau menerima reservasi
via telepon.
Lagi, kalau nginap di Iboih Inn siapkan lotion anti
nyamuknya. Di tengah hutan cuy, tapi jangan tanya pemandangannya, nyebur
langsung bisa snorkeling.
Bagi diver, ada dua dive operator di Sabang. Rubiah Divers
di Pantai Iboih dan Lumba-lumba di Pantai Gapang. Rubiah Divers punya orang
lokal jadi lebih bersahabat buat turis lokal. Lumba-lumba punya bule dan ada
resort yang dikhususkan buat divers mereka, kayanya ga bisa dinego !
Rubiah Divers |
Kendala utama yang bikin miskin di Sabang adalah
transportasi. Kalau cuma berdua aja, mending sewa motor. Kalau rame-rame banget
mending nyewa mobil colt bapuk. Kalau nanggung, ya tetep nyewa mobil aja masa
mau jalan kaki ?
That’s all.
No comments:
Post a Comment
say whatever..